Bismillahirrahmanirrahim.
Tidak sengaja ketika sedang berbenah rumah, menemukan buku
ini. Buku yang ukurannya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Tidak
terlalu tebal namun tidak tipis juga. Sebuah buku terbitan lama tahun 2004,
yang ketika kutengok isinya, ternyata milik almarhumah kakak ipar ( Semoga
Allah merahmatinya, Aamiin ).
Isi buku ini sangat menarik karena membeberkan berbagai
langkah yang perlu dilakukan untuk membangun pikiran yang bersih dan positif
yang sesuai dengan kaidah Islam. Bedanya dengan buku-buku sejenis yang
kebanyakan berasal dari Barat adalah titik tolak yang digunakan dalam buku ini
adalah titik tolak keimanan, dimana orientasi dan sumbernya hanya mengarah pada
satu tujuan, yakni ridha Allah SWT. Langkah-langkah yang diambil pun merupakan
solusi yang Allah ciptakan sebagai tuntunan dalam mempertebal keimana kita
kepada-Nya. Yang dapat kita temukan dalam berbagai firmanNya dalam Al-Quran
serta melalui sabda RasulNya. Melalui buku ini, kita diajak untuk bersyukur dan
menyadari bahwa cukuplah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW yang menjadi
pijakan dasar kita dalam mengatasi rasa cemas dalam hidup.
1.
Luruskan pikiran Anda. Hukum prubahan pada
dasaranya sudah Allah tentukan dalam QS Ar-Ra’du:11. Bahwasanya kondisi kita
tidak akan berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya, kecuali dengan peran
aktif kita sendiri untuk merubahnya. Kita akan terbebas dari belenggu galaunya
kehidupan pada saat kita sudah meluruskan gaya berpikir kita. Tidak akan
bahagia orang yang hanya menyimpan memori-memori kesedihan dalam pikirannya.
Tidak akan sehat orang yang putus asa dalam mengatasi rasa sakit tubuhnya.
Kesehatan tubuh diawali dengan keshatan jiwa. Ada penyakit yang mucul
disebabkan oleh karena jiwa yang tidak sehat. Sebaliknya, jiwa yang sehat mampu
mngatasi beberapa kasus penyakit yang kemudian berujung pada kesembuhan. Ada
orang yang pandai membuat cobaan menjadi karunia. Kesimpulannya kedudukan
seseorang bukanlah aspek yang menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan. Hal
yang paling menentukan itu semua adalah dirinya, pikiran, dan akalnya.
2.
Tinggalkan perfeksionisme. Orang yang perfeksionis cenderung tidak
toleran terhadap kekurangan, dan khawatir bila terjadi suatu kerusakan. Mereka
berharap semua berjalan sesuai dengan rencana dan harapannya. Hal ini perlu
diwaspadai karena menjadi sinyal adanya kekalahan jiwa. Kekalahan jiwa
menjadikan hidup dipenuhi dngan kecemasan, kesedihan dan kebosanan. Padahal
hidup ini selalu diwarnai oleh dua sifat yang bersebrangan. Ada suka, ada duka.
Ada jujur da nada dusta. Ada cinta dan ada benci. Di hari pembalasan pun sangat
memungkinkan kita akan menemui negarawan yang ternyata tidak tulus dalam
membela negaranya, atau sebaliknya orang yang dikucilkan karena dikenai
berbagai tuduhan di dunia, ternyata tidak sama skali terlibat dalam tuduhan
tersebut. Akhirat dapat mengubah timbangan dunia. Menurunkan atau menaikkan
derajat seseorang. Tidak seharusnya kita bersedih karena menghadapi kegagalan.
Tidak seharusnya kita bersedih karena merasa ditipu ( ssungguhnya orang yang
menipu kita sudah menipu dirinya sendiri bukan J
). Tidak seharusnya kita bersedih karena sudah banyak berkorban untuk merawat
rumah tangga dan mendidik anak. Hal yang terpenting bagi kita adalah mudah
berlapang dada. Bukankan timbangan akhirat blum tentu sama dengan timbangan
dunia J.
Perbuatan kita adalah tabungan akhirat bagi kita. Segalanya akan dinilai dan
berbuah baik selama dikerjakan hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
3.
Hilangkan rasa cemburu. Rasa cemburu
menunjukkans seseorang ingin mendapatkan perlakuan dengan cara tertentu. Ingin
dicintai dengan cara tertentu. Padahal bahayanya, cemburu dapat memberikan
dampak negative bagi kehidupan seseorang. Seseorang akan berubah menjadi
pesimis dan penuh dengan pikiran negative, “mengapa aku tidak dicintai padahal
aku sangat mencintainya”, “mengapa aku yang berusaha keras tetapi ia yang
mendapatkannya”, dsb dsb…orang seperti ini menilai dirinya dari sisi pandang orang
lain. Padahal sebaliknya, kita berhak menilai diri kita berdasarkan kepribadian
dan perilaku kita, bukan dari apa yang kita terima dari orang lain sebagai buah
dari pribadi dan perilaku kita. Bersedihlah di saat kita berada dalam kedudukan
yang lebih rendah, dimana kita semakin jauh dari ketaatan kepadaNya. Bukan
berarti smua rasa cemburu adalah negative. Cemburu menjadi positf manakala
seorang manusia merasa cemburu akan pelanggaran terhadap norma-norma agamanya.
Misalnya pada saat suami cmburu melihat istrinya berdandan secara berlebihan di
suatu keramaian. Cemburu ini hukumnya menjadi wajib. Ingatlah bahwasanya Allah
pun Maha Pencemburu. Ia akan cemburu bila melihat seorang mukmin melakukan
hal-hal yang diharamkan olehNya (Hadits Muttafaq Alaih).